Sajadah panjang ini masih membentang lurus
Menghadap kiblat-NYA . . .

Kerap kurasakan denyut nadi ini semakin menguat ,
Ketika cahaya mentari mulai beranjak di peraduannya ,

Tirai kelabu gelapnya malam mulai tersingkap dihadapanku ,
Mungkin ada Sepasang mata malaikat yang selalu
Mengamatiku dari tirai kelambu yang berupa jubah hitam itu . . .

Aku merasa tak kuasa melihat embun itu,
Ia begitu deras mengalir hingga lupa menyapa pucuk dedaunan
Terlalu cepat ia meresap mencapai tanah yang kering itu ,

Hanya semut-semut hitam
Yang berjajar rapi pada pokok kayu berlumut yang kulihat ,
Akankah ia menjadi tentara malaikat itu , . ?

Atau mungkin ia telah sedia menanti untuk menggiringku
Ke tanah tandus itu . . .

kalbuku terasa remuk tertusuk oleh keangkuhanku ,
Aku tak ingin malam ini hilang.
Sebab di malam lah aku tenang bersimpuh mengucap asma-NYA ,
Tapi Tak kan mungkin juga siang tak kan datang menjelang ,
Karena itulah titah-NYA , . .

Inikah batas akhirku . . ?

Aku masih belum siap menjadi iringan semut-semut itu,
Iringan akan perjalanan dosaku,
Aku masih belum siap menjadi tawanan malaikat itu,
Tawanan dosa –dosa yang ada . . .

Sedang noda ini,
terlalu hitam dan pekat untuk menempuh perjalanan ,
Terbujur layu aku di ke akuan beku jiwaku yang rapuh . . .

Akankah sajadah panjang ini sempat kulipat,
Sebelum malaikat-NYA memanggilku . . ?