Aku bicara banyak pada waktu malam ini, namun waktu begitu tegas dan suaranya lantang Malam ini aku seakan ingin bicara padamu Rembulan, tapi kau diam bersembunyi di peraduanmu, yang ada hanya jangkrik pecundangi malamku...

Entah lewat apa resah hati ini harus ku ungkapkan,
menjadi seorang pengagum tak semudah bila hanya sekedar mengagumi... terLebih dirinya.
Telah ku coba ukir kembali pelangi yang memudar itu untuknya, lalu kutitipkan pada batas langit dan bumi. aku masih mengingatnya pada sore itu, kala itu wajahnya menjelma dalam bait puisiku, terangkai bersama kicauan burungburung gereja, kepada lembutnya suara dedaunan diterpa angin senja, dan gemericiknya air sungai yang mengaliri lembah.

Untuknya Warna jingga senja kan abadi, bagi Ia selalu ada menemani hilangnya mentari ditapal batas,
Untuknya nada terindah kan selalu ada bahkan lebih merdu dari sekedar suara ciptaan alam, dan lebih lembut dari sentuhan udara pada angin senja.

Dia seorang wanita terindah. . .
Dan kini aku hanya mampu untuk sekedar menaruh kekaguman akan dirinya, tak lebih m
ungkin.